Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS Sukamta mengatakan terburu burunya pemerintah memilih vaksin Covid 19 bisa dilihat sebagai bentuk upaya pemerintah mempengaruhi psikologis masyarakat. "Pemerintah terkesan terburu buru dengan memutuskan vaksin produksi Sinovac yang akan digunakan. Padahal uji klinis tahap 3 yang dilakukan Sinovac bekerjasama dengan Biofarma belum keluar hasilnya, apakah efektif menangkal virus Covid 19 atau tidak," ujar Sukamta, kepada wartawan, Jumat (28/8/2020). "Kemudian penelitian penelitian terbaru menunjukkan bahwa Covid 19 mengalami mutasi sehingga dimungkinkan ketika uji klinis tahap 3 berhasil namun pada saat vaksinasi secara massal Covid 19 telah memiliki mutasi berbeda sehingga tidak efektif," imbuhnya.
Berdasarkan hal itu, Sukamta merasa pemerintah sedang mempengaruhi psikologis masyarakat, khususnya pelaku bisnis. Yakni dengan memberikan keyakinan bahwa pemerintah di jalan yang benar dalam penanganan Covid 19 setelah mengadakan perjanjian komitmen penyediaan vaksin. Namun, menurutnya langkah pemerintah ini bisa menjadi blunder dikemudian hari apabila ternyata vaksin ini tidak efektif. Sehingga berdampak pada rentannya kesehatan masyarakat dan kerugian negara. "Kami berharap kesehatan masyarakat menjadi prioritas utama sehingga kehati hatian dalam menentukan vaksin. Vaksin harus benar benar tepat dan efektif untuk melindungi masyarakat di Indonesia," jelasnya.
Sukamta mengungkap alasan pemerintah memilih Sinovac berdasarkan pada berpengalaman Sinovac dalam hal pengembangan vaksin SARS. Selain itu, mereka mempunyai produk yang memenuhi pre kualifikasi WHO dan kesamaan platform produksi dengan Bio Farma yakni inactivated vaccine. Hanya saja menurut info yang beredar luas, kata Sukamta, vaksin produksi Sinovac merupakan vaksin dengan harga termahal dibandingkan dengan vaksin Covid 19 yang diproduksi oleh perusahaan lain dan belum teruji efektif mematikan virus Covid 19.
"Upaya menenangkan masyarakat perlu, namun jangan sampai berbuah kerugian baik bagi rakyat maupun negara," tandasnya.