Warga Jawa Tengah ternyata masih banyak yang nekat keluar rumah, lebih lebih saat perayaan hari raya Idul Fitri 1441 Hijriah. Hal tersebut diungkapkan Gubernur Jawa TengahGanjar Pranowoyang mendapatkan informasi dari Universitas Indonesia (UI). UI memperoleh data melalui pantauan dariGoogle.
"Itu gambaran seluruh Jawa Tengah karena basisnya adalah mobile phone yang dia (warga) pakai itu dipantau, seberapa pergerakannya karena kan GPS nya kan hidup," kata dia. Cukup mengejutkan, masih banyak masyarakat yang rupanya tak menghiraukan imbauan tetap di rumah saat Lebaran. "Ternyata kita cukup tinggi. Artinya masih banyak yang keluyuran dan kerumunan. Jadi potensi penularan yang tinggi," tutur Ganjar di Puri Gedeh, Selasa (26/5/2020).
Atas informasi tersebut, Ganjar menginstruksikan kepala daerah di 35 kabupaten/kota di wilayahnya menggelar rapid test virus corona baru (Covid 19) secara massal. Rapid test dapat dilaksanakan di lokasi yang berpotensi menjadi tempat penularan Covid 19. "Sekarang kita tinggal meminta tempat kerumunan di rapid test, selain yang pasti di rapid test seperti pemudik, pekerja migran, di pasar, mal atau berasal dari daerah episentrum Covid 19," kata Ganjar.
Jajarannya juga melakukan pelacakan ke daerah daerah yang sudah terpantau menjadi klaster baru. "Kalau ini di rapid test lebih banyak lagi kita akan tahu sebenarnya persebarannya di masyarakat seperti apa representasinya," jelasnya. Pemprov Jawa Tengah telah mendistribusikan alat rapid test hingga 38.111 unit.
Selain melalui pemda, alat rapid test juga dibagikan langsung ke rumah rumah sakit. Tahap pertama, Ganjar sudah membagikan 27.011 alat. Untuk dinas kesehatan kabupaten/kota sebanyak 24.641, sementara untuk rumah sakit sejumlah 2.370. Dari jumlah tersebut, sebanyak 809 orang dinyatakan reaktif.
Sedangkan tahap kedua, ada 11.100 alat untuk seluruh kabupaten/kota. Sebanyak 3.411 di antaranya telah dipakai, hasilnya 94 orang reaktif. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyayangkan penolakan pemakaman perawat positifcoronayang meninggal di Semarang. Ganjar menyebut, petugas medis dengan segenap perjuangannya seharusnya mendapat penghormatan, bukan penolakan.
"Para perawat, dokter dan tenaga medis tidak pernah menolak pasien, kenapa kita tega menolak jenazah mereka?" ungkap Gubernur Ganjar. Ia mengajak masyarakat membangkitkan rasa kemanusiaan sehingga kejadian yang sama tak kembali terulang. "Saya ingin kembali mengajak Bapak Ibu untuk ngrogoh roso kamanungsan (membangkitkan rasa kemanusiaan) yang kita miliki," kata dia.
Ganjar memastikan, jenazah pasien corona tidak akan menularkan virus. Lantaran proses pemulasaraan dilakukan sesuai prosedur. Jenazah telah dibungkus kantong plastik yang tidak tembus air dan dimasukkan peti.
"Saya tegaskan sekali lagi kalau jenazah itu sudah dikubur, virusnya ikut mati di dalam tanah. Tidak bisa keluar kemudian menjangkiti warga," kata dia. Ganjar mengingatkan kembali mengenai fatwa MUI bahwa mengurus jenazah wajib hukumnya, sedangkan menolak jenazah berdosa. Seperti diberitakan sebelumnya, penolakan pemakaman jenazahperawat positif coronaterjadi diUngaran.
Perawat tersebut akhirnya dimakamkan di Bergota, kompleks makam keluarga RSUP dr Kariadi, Semarang lantaran sempat ditolak oleh warga Ungaran. Ujungnya, polisi menangkap dan menetapkan tersangka tiga orang tokoh masyarakat Desa Sewakul, Ungaran Barat, Semarang yang diduga menjadi provokator penolakan. Mereka adalah THP (31), BSS (54) dan S (60).
Ketiganya diduga memprovokasi 10 warga untuk memblokade jalan masuk ke pemakaman. Direktur Reskrimum Polda Jateng Kombes Budi Haryanto menjelaskan, ketiga tokoh masyarakat itu malah menghalang halangi dan melarang petugas memakamkan jenazah. Tiga pelaku diduga melanggar pasal 212 KUHP dan 214 KUHP serta pasal 14 ayat 1 UU no 4 tahun 1984 tentang penanggulangan wabah.
"Warga yang melarang atau menolak pemakaman terhadap jenazah yang terinfeksi virus corona ini justru semakin membuat bingung masyarakat di daerah lain karena ketidaktahuan atau tidak paham tentang penyebaran virus corona ini," ujar dia.